
Industri tekstil Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Dalam dua tahun terakhir, sejumlah pabrik tekstil di berbagai wilayah Indonesia terpaksa menutup operasi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ribuan pekerjanya. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) mengungkapkan fakta mencengangkan mengenai kondisi ini. Ketua Umum APSYFI, Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama fenomena ini adalah dampak negatif dari impor ilegal yang semakin merajalela, yang mengancam keberlanjutan produksi dalam industri tekstil domestik.
Data Mengenai Penutupan Pabrik dan PHK
Periode Januari 2023 hingga Desember 2024 menjadi sorotan utama terkait penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja yang terjadi di wilayah Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah. Berikut ini adalah daftar beberapa pabrik yang terpaksa tutup atau mengurangi jumlah pekerjanya:
- PT Adetex – 500 tenaga kerja dirumahkan
- Agungtex Group – 2.000 tenaga kerja dirumahkan
- PT Alenatex – Tutup, 700 tenaga kerja PHK
- PT Apac Inti Corpora – Pengurangan tenaga kerja
- PT Argo Pantes Bekasi – Tutup, berhenti produksi
- PT Asia Citra Pratama – Tutup, berhenti produksi
- PT Asia Pacific Fiber Kaliwungu – Pengurangan tenaga kerja
- PT Asia Pacific Fiber Karawang – PHK 2.500 tenaga kerja
- PT Bitratex – Pengurangan tenaga kerja
- PT Centex – Spinning Mills – Tutup, berhenti produksi
- PT Chingluh – PHK 2.000 tenaga kerja
- PT Damatex – Tutup, berhenti produksi
- PT Delta Merlin Tekstil I – Duniatex Group – PHK 660 tenaga kerja
- PT Delta Merlin Tekstil II – Duniatex Group – PHK 924 tenaga kerja
- PT Djoni Texindo – Tutup, berhenti produksi
- PT Dupantex – Tutup, berhenti produksi
- PT Efendi Textindo – Tutup, berhenti produksi
- PT Fotexco Busana Internasional – Tutup, berhenti produksi
- PT Grand Best – PHK 300 tenaga kerja
- PT Grand Pintalan – Tutup, berhenti produksi
- PT Grandtex – Tutup, berhenti produksi
- PT Gunatex – Tutup, berhenti produksi
- PT HS Aparel – Tutup
- PT Indachi Prima – Pengurangan tenaga kerja
- PT Jelita – Tutup, berhenti produksi
- PT Kabana – PHK 1.200 tenaga kerja
- PT Kaha Apollo Utama – Tutup, berhenti produksi
- PT Kahatex – Pengurangan tenaga kerja
- PT Kintong – Tutup, berhenti produksi
- Kusuma Group (PT Pamor, PT Kusuma Putra, PT Kusuma Hadi) – Tutup, PHK 1.500 tenaga kerja
- PT Lawe Adyaprima Spinning Mills – Tutup, berhenti produksi
- PT Lojitex – Tutup, berhenti produksi
- PT Lucky Tekstil – PHK 100 tenaga kerja
- PT Mafahtex Tirto – Tutup, berhenti produksi
- PT Miki Moto – Tutup, berhenti produksi
- PT Mulia Cemerlang Abadi – Tutup, berhenti produksi
- PT Mulia Spindo Mills – Tutup, berhenti produksi
- PT Nikomas – Bertahap ribuan pekerja dirumahkan
- PT Ocean Asia Industry – Tutup, PHK 314 tenaga kerja
- PT Panca Sindo – Tutup, berhenti produksi
- PT Pismatex – Pailit, PHK 1.700 tenaga kerja
- PT Polyfin Canggih – Pengurangan tenaga kerja
- PT Pulaumas Tekstil – PHK 460 tenaga kerja
- PT Rayon Utama Makmur – Tutup
- PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. – Tutup, berhenti produksi
- PT Sai Aparel – Relokasi sebagian
- PT Saritex – Tutup, berhenti produksi
- PT Sembung Tex – Tutup, berhenti produksi
- PT Sinar Panca Jaya – Pengurangan tenaga kerja
- PT South Pacific Viscose – Pengurangan tenaga kerja
- Sritex Group – 2.500 tenaga kerja dirumahkan
- PT Starpia – Tutup
- PT Sulindafin – Tutup, berhenti produksi
- PT Sulindamills – Tutup, berhenti produksi
- PT Tifico Fiber Industries – Pengurangan tenaga kerja
- PT Tuntex – Tutup, PHK 1.163 tenaga kerja
- PT Wiska Sumedang – Tutup, PHK 700 tenaga kerja
- PT Primissima – Tutup, berhenti produksi
- PT Sritex – Pailit, dalam pengawasan kurator
- PT Asia Pacific Fibers Karawang – Berhenti beroperasi
- PT Lucky Print – Berhenti beroperasi
Dampak Impor Ilegal pada Industri Tekstil
Fenomena penutupan pabrik dan PHK massal ini tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga menyebabkan ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian mereka. Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum APSYFI, menegaskan bahwa penyebab utama masalah ini adalah meningkatnya praktik impor ilegal yang merusak daya saing produk tekstil domestik. Impor ilegal yang terus-menerus masuk tanpa kendali membuat produksi lokal kalah bersaing, mengakibatkan banyak pabrik yang tak mampu bertahan.
Pentingnya Intervensi Pemerintah
Redma menggarisbawahi pentingnya peran serta pemerintah dalam mengendalikan impor dan menindak tegas praktik impor ilegal. “Industri tekstil domestik harus dilindungi, terutama bagi para pekerja yang telah kehilangan pekerjaan mereka. Tanpa langkah nyata dari pemerintah, industri ini akan semakin terancam,” ungkap Redma.
Harapan untuk Masa Depan Industri Tekstil Indonesia
Meskipun situasi ini sangat memprihatinkan, ada harapan bagi pemulihan industri tekstil di Indonesia. Dengan pengendalian impor yang lebih ketat dan pemberantasan impor ilegal, diharapkan sektor ini dapat kembali berkembang dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang.