
Jakarta, Updatejakarta – Sejak pindah dari Massachusetts ke Alaska, pasangan suami-istri Bob Arwezon dan Alice tengah disibukkan dengan urusan rumah tangga baru mereka. Sebagai pasangan muda yang baru menikah, mereka berusaha membenahi rumah agar bisa hidup nyaman dan menikmati kehidupan paripurna di tengah alam Alaska yang menakjubkan.
Pada tanggal 27 Maret 1964, mereka tengah asyik mengerjakan rumah mereka. Bob sibuk membenahi atap rumah, sementara Alice mengurus pekerjaan domestik. Semua berjalan lancar hingga akhirnya, sebuah kejadian yang mengubah segalanya terjadi. Saat jam menunjukkan pukul 5.36 sore, tanah di sekitar mereka mulai bergetar hebat.
Alice yang baru saja memberi makan anjingnya terkejut. Getaran yang datang begitu mendalam membuat segala benda di rumah terlempar dan bergoyang hebat. Tubuh Alice pun ikut terlempar karena kekuatan guncangan itu.
“Mustahil untuk berdiri saat guncangan paling dahsyat itu,” kata Alice, seperti yang dikutip dari situs ADN.
Guncangan itu begitu kuat, bahkan membuat peralatan pembersih salju seberat 1-2 ton bergerak tanpa bantuan mesin. Dalam kondisi normal, benda sebesar itu tak mungkin bergerak tanpa bantuan alat berat.
Bob yang saat itu berada di atap merasakan hal yang sama. Dunia seakan bergerak tanpa arah. Beruntung bagi Bob, karena ia berhasil selamat dengan “nangkring” di atas atap rumah yang relatif aman. Untungnya, rumah mereka hanya mengalami kerusakan kecil berkat konstruksinya yang anti-gempa.
Namun, nasib berbeda dialami oleh Nancy Bidwell. Ketika gempa mengguncang, anak berusia 10 tahun ini sedang berada di rumah. Dalam sekejap, semua benda di sekitar rumah bergerak hebat. Barang-barang ringan terlempar begitu saja, sementara lantai rumahnya terbelah menjadi dua.
Meskipun begitu, dalam keadaan genting itu, Nancy tidak berlari keluar rumah. Sebaliknya, ia bergegas naik ke lantai dua, melihat kondisi yang jauh lebih parah. Semua yang ada di sekitarnya bergerak dan terlempar, sementara retakan besar terlihat di lantai. Ketakutan mulai melanda dirinya.
“Semuanya bergerak, seperti ombak yang tergulung di lautan,” kenang Nancy mengenang kejadian itu.
Dengan keteguhan, Nancy berlari menembus reruntuhan dan retakan tanah, berusaha sekuat tenaga sampai akhirnya ia berhasil keluar dari rumah. Tak lama setelah itu, gempa pun berhenti. Namun, kerusakan di sekitar sangat besar. Jalan-jalan terbelah, dan banyak bangunan yang hancur rata dengan tanah.
Dalam kondisi normal, getaran gempa ini akan dikategorikan sebagai megatrush, dengan kekuatan mencapai M9,2-9,3. Gempa ini menjadi yang terbesar dalam sejarah dunia, dan hingga kini belum ada yang dapat mengalahkan kekuatannya.
Pemerintah Alaska melaporkan bahwa gempa ini menyebabkan tanah longsor, likuifaksi, dan menghancurkan banyak bangunan yang rentan runtuh. Selain itu, di pesisir juga terjadi tsunami dengan ketinggian mencapai 67 meter. Beruntungnya, meskipun kerusakan begitu besar, jumlah korban jiwa tercatat hanya 131 orang, karena Alaska masih merupakan daerah dengan sedikit penduduk. Namun, kerugian material diperkirakan mencapai sekitar US$ 3,1 miliar.
Gempa dahsyat ini bukan hanya meninggalkan trauma, tetapi juga memberikan pelajaran besar bagi masyarakat dunia. Di balik kedamaian alam, ternyata ada potensi gempa besar yang siap mengintai kapan saja. Manusia mungkin tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi, tetapi satu hal yang pasti: kita harus belajar untuk berdamai dengan alam.