
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan aliran gratifikasi yang diterima oleh mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. Investigasi ini menyasar penerimaan gratifikasi yang terjadi di luar masa jabatannya.
Menurut penyidikan KPK, Haniv diketahui menerima gratifikasi antara tahun 2013 hingga 2022, meskipun ia telah berhenti bekerja sebagai pegawai pajak sejak 2019.
“Iya, meskipun dia sudah tidak lagi menjabat sejak 2019, aliran gratifikasi tersebut tetap menjadi fokus penyidikan. Kami sedang mendalami hal ini lebih lanjut, dan akan terungkap semuanya setelah ada perkembangan lebih lanjut,” ujar Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).
Salah satu saksi yang diperiksa adalah Direktur KSO Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, yang dimintai keterangan terkait dugaan aliran dana gratifikasi kepada Haniv.
“Saksi pertama, Sharif, sudah hadir dan kami sedang mendalami keterkaitannya dengan aliran dana kepada tersangka Haniv,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, penyidik juga memeriksa PNS KPP PMA 6 Ditjen Pajak, Shitta Amalia, terkait kebijakan permintaan dana untuk acara fashion show anak Haniv, Feby Paramita Haniv, yang berprofesi sebagai desainer.
“Saksi kedua, Shitta, telah hadir untuk memberikan keterangan terkait permintaan dana untuk acara fashion show anak Haniv,” tambah Tessa.
Sharif dan Shitta menjalani pemeriksaan pada Selasa (4/3/2025), sementara itu, Direktur PT Prima Konsultan Indonesia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Pada 12 Februari 2025, KPK resmi menetapkan Muhammad Haniv sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar.
“Haniv diduga menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp21,5 miliar sejak 2015 hingga 2018, saat ia menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Asep menjelaskan, gratifikasi tersebut diduga diterima Haniv melalui berbagai saluran, termasuk untuk kepentingan bisnis anaknya, yang di antaranya meliputi permintaan dana untuk acara fashion show. Haniv diduga mengirimkan email kepada sejumlah pengusaha wajib pajak untuk mencari sponsor bagi acara tersebut.
“Dugaan sementara, Haniv menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta untuk mendukung bisnis fashion show anaknya. Selain itu, ia juga diduga menerima uang dalam jumlah besar yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan, termasuk valas sebesar Rp6,665 miliar dan penempatan deposito senilai Rp14,08 miliar,” terang Asep.
Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
KPK juga membuka kemungkinan untuk memeriksa Feby Paramita Haniv, anak perempuan Haniv, yang diduga terlibat dalam penerimaan gratifikasi untuk acara fashion show. Namun, Feby saat ini diketahui berada di luar negeri.
“Meski keluarga tersangka memiliki hak untuk tidak memberikan keterangan, mereka tetap harus hadir jika dipanggil untuk pemeriksaan,” ungkap Tessa.
KPK juga mengungkapkan bahwa selama periode 2013 hingga 2018, Haniv melakukan transaksi keuangan melalui perusahaan valuta asing yang melibatkan dana hingga Rp6,665 miliar. Beberapa perusahaan terkait juga diduga memberi kontribusi pada acara fashion show yang diadakan pada Desember 2016.
Dengan total penerimaan yang mencapai Rp21,5 miliar, KPK terus mendalami kasus ini dan memeriksa sejumlah pihak terkait untuk mengungkap lebih lanjut keterlibatan para pihak lainnya.